Peta peradaban ilmu Islam tidak digambar dengan garis statis di dalam perpustakaan. Ia dilukis dengan jejak langkah dinamis para pengembara—dari Cordoba yang megah, melintasi Gurun Sahara, hingga sampai ke Baghdad yang menjadi pusat peradaban.
Setiap jejak itu menceritakan sebuah prinsip: bahwa ilmu yang hakiki adalah yang menghidupkan, dan sesuatu yang hidup pasti bergerak. Ia tidak bisa diam. Seperti air yang mengalir, seperti anak panah yang melesat, seperti singa yang menjelajah.
Lalu, di manakah posisi kita di peta yang luas ini? Bagaimana kita bisa menghidupkan kembali semangat rihlah itu di tengah dunia yang serba instan? Bagaimana ruang kos-kosan, kampus, dan kota tempat kita tinggal hari ini bisa menjadi "Andalusia" zaman baru—medan tempat kita bertualang mencari makna?
Mari kita membacanya kembali. Karena setiap pencarian yang jujur, pada hakikatnya, adalah penerus dari jejak langkah mereka.