Memahami realiti sebelum berfatwa berarti menyelami latar belakang penanya, situasi masyarakat, serta perubahan zaman. Hal-hal yang tetap dalam agama harus dijaga, namun perkara yang bersifat fleksibel perlu diatur dengan bijak agar maslahat tetap terpelihara. Tanpa pemahaman konteks, fatwa berisiko menjadi kaku, tidak relevan, bahkan menimbulkan kesulitan bagi umat.
Sejarah mencatat, Rasulullah ﷺ tidak selalu memberi jawaban yang sama untuk pertanyaan yang sama. Pemuda yang bertanya tentang mencium istri saat puasa mendapat larangan, sementara orang tua mendapat izin. Bukan karena syariatnya berbeda, tapi karena manusianya berbeda.
Ulama ushul menegaskan bahwa memahami nas syar’i saja tidak cukup—seorang pemberi fatwa wajib memahami medan, zaman, adat, bahkan psikologi orang yang bertanya. Tanpa itu, hukum yang keluar bisa salah sasaran, menutup pintu maslahat, bahkan menimbulkan mudarat.
Fatwa bukan teks beku. Ia adalah panduan hidup yang harus lahir dari pertemuan antara dalil yang kokoh dan realitas yang utuh. Sebab, syariat tidak turun di langit kosong; ia hadir di bumi nyata yang penuh ragam manusia, adat, dan keadaan.
Maka, jika kita ingin menjaga kemuliaan fatwa, kita harus menjaganya dari dua bahaya:
-
Bahaya kejumudan — menolak semua bentuk penyesuaian, walau kondisi menuntutnya.
-
Bahaya sembarang bicara — memberi hukum tanpa memahami dalil dan realitas.
Keduanya sama-sama berpotensi menyesatkan umat.
📚 Ringkasan Faedah Lengkap
1️⃣ Pembukaan – Definisi dan Ruang Lingkup Fatwa
-
Fatwa adalah pandangan hukum syar’i terhadap persoalan yang tidak jelas hukumnya bagi masyarakat.
-
Secara klasik, fatwa boleh dikeluarkan oleh siapa saja yang ahli dalam ilmu syariat, tetapi kini ada institusi resmi negara yang menanganinya.
-
Penting untuk membedakan antara fatwa pribadi dari seorang alim dan fatwa rasmi yang dikeluarkan oleh otoritas.
2️⃣ Proses Penetapan Fatwa di Negeri Perlis
-
Mufti akan membawa isu ke Jawatankuasa Fatwa Negeri yang beranggotakan tokoh akademik nasional.
-
Hasil perbincangan dibawa ke Majlis Agama Islam Negeri untuk disahkan, kemudian disembahkan kepada Raja Pemerintah untuk mendapat perkenan.
-
Jika perlu, fatwa digazetkan sebagai undang-undang.
-
Fatwa rasmi mengikat pelaksanaan di wilayah tersebut, terutama bagi imam dan petugas agama.
3️⃣ Kewajiban Memahami Realitas Sebelum Berfatwa
-
Prinsip fahm al-waqi’ (memahami keadaan lapangan) wajib dimiliki pemberi fatwa.
-
Faktor yang harus dipertimbangkan:
-
Waktu dan tempat
-
Keadaan orang yang bertanya (ekonomi, umur, psikologi)
-
Adat dan uruf masyarakat setempat
-
Sensitivitas sosial dan dampak penerapan hukum
-
-
Kesalahan memberi fatwa sering terjadi bila mufti hanya memahami dalil tanpa memahami kondisi.
4️⃣ Dalil Sejarah: Jawaban Nabi ﷺ Berbeda untuk Kasus yang Sama
-
Contoh: Pertanyaan tentang hukum mencium istri saat puasa.
-
Orang tua diberi izin (karena mampu menahan syahwat)
-
Pemuda dilarang (karena dikhawatirkan tergoda)
-
-
Hikmah: Fatwa mempertimbangkan kemampuan individu.
5️⃣ Kaidah Perubahan Fatwa: Tetap vs Fleksibel
-
Perkara Tetap (Tsawabit): Tidak berubah, seperti jumlah rakaat salat, kewajiban puasa Ramadhan, zakat, arah kiblat.
-
Perkara Fleksibel (Mutaghayyirat): Boleh berubah sesuai waktu, tempat, dan keadaan, seperti teknis ibadah di kutub, penggunaan teknologi, atau pengaturan sosial.
6️⃣ Contoh Perubahan Fatwa Berdasarkan Realitas
-
Larangan Menyimpan Daging Kurban
-
Awalnya dilarang karena masyarakat miskin memerlukan distribusi segera.
-
Kemudian dibolehkan ketika keadaan ekonomi membaik.
-
-
Nazar “Daging”
-
Mengikuti makna umum di masyarakat (daging sapi/kambing), bukan makna bahasa yang lebih luas.
-
-
Hukum Pakaian & Penampilan
-
Mengikuti adat setempat selama menutup aurat; pakaian yang dianggap wajar di satu tempat bisa ganjil di tempat lain.
-
-
Penggunaan Purdah
-
Di negara Muslim: boleh dianjurkan
-
Di negara barat: bisa dipertimbangkan untuk tidak digunakan jika menimbulkan mudarat besar dan citra negatif bagi Islam.
-
-
Riba dalam Keadaan Darurat
-
Tetap haram secara umum, tetapi boleh diambil dalam kadar minimal jika menjadi satu-satunya jalan menyelamatkan nyawa atau kelangsungan hidup.
-
7️⃣ Peranan Mufti dan Adab Masyarakat
-
Mufti harus memadukan dalil syar’i dan pemerhatian lapangan.
-
Masyarakat perlu lapang dada menerima perbedaan fatwa yang lahir dari perbedaan kondisi dan pertimbangan maslahat.
8️⃣ Kesimpulan
-
Fatwa yang benar bukan hanya tepat secara dalil, tetapi juga tepat secara konteks.
-
Prinsip al-fatwa tataghayyar bi taghayyur az-zaman wal makan (“fatwa berubah karena perubahan waktu dan tempat”) adalah kaidah yang menjaga syariat tetap relevan.
-
Mengabaikan realitas saat berfatwa sama bahayanya dengan mengabaikan dalil.