TA'LIQ ATAS KITAB AR-RISALAH KARYA IMAM ASY-SYAFI'I

Oleh: Syaikh Sa’ad bin Nashir bin Abdul Aziz Abu Habib Asy-Syatsri - Anggota Hai’ah Kibar al-‘Ulama (Dewan Ulama Senior) di Kerajaan Arab Saudi, sekaligus penasihat di Diwan Maliki (Kantor Kerajaan) dengan pangkat menteri, dan dosen di Fakultas Hukum dan Ilmu Politik Universitas King Saud.

Analisis Kitab Ar-Risalah

Latar Belakang
  1. Penulis:
    • Kitab Ar-Risalah ditulis oleh Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (150-204 H / 767-820 M), pendiri mazhab Syafi’i dan tokoh sentral dalam pengembangan ilmu ushul fiqih.
    • Imam Asy-Syafi’i menulis Ar-Risalah sebagai tanggapan atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi, seorang ulama hadis, untuk merumuskan prinsip-prinsip metodologi penetapan hukum syariat.

  2. Konteks dan Tujuan:
    • Ar-Risalah dianggap sebagai karya pertama yang secara sistematis merumuskan ilmu ushul fiqih, yaitu cabang ilmu yang mempelajari metode penetapan hukum syariat berdasarkan sumber-sumber utama.
    • Tujuannya adalah untuk memberikan panduan bagi para mujtahid dalam mengekstrak hukum dari Al-Qur’an, Sunnah, ijma’ (konsensus ulama), dan qiyas (analogi), serta menjawab kritik terhadap pendekatan Imam Asy-Syafi’i, terutama dari mazhab Hanafi dan Maliki.
Struktur dan Isi

Ar-Risalah terdiri dari beberapa bab yang membahas prinsip-prinsip ushul fiqih secara terperinci. Berikut adalah poin-poin utama isi kitab ini:

  1. Sumber Hukum Syariat:
    • Al-Qur’an: Sumber hukum utama dan tertinggi. Imam Asy-Syafi’i menjelaskan cara menafsirkan ayat-ayat hukum (ayat al-ahkam), membedakan antara ayat yang bersifat umum (‘amm) dan khusus (khass), serta memahami nasikh-mansukh (penghapusan hukum oleh hukum yang lebih baru).
    • Sunnah: Sumber hukum kedua yang wajib diikuti. Ia menegaskan pentingnya hadis sahih dan menjelaskan kriteria otentisitas hadis, termasuk sanad dan matan.
    • Ijma’: Konsensus ulama sebagai sumber hukum ketiga, tetapi harus didasarkan pada dalil dari Al-Qur’an atau Sunnah.
    • Qiyas: Metode analogi untuk menetapkan hukum bagi kasus baru yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur’an atau Sunnah. Imam Asy-Syafi’i merumuskan qiyas dengan ketat, menolak istihsan (pertimbangan pribadi tanpa dalil kuat) yang digunakan mazhab Hanafi.
    • Pendekatan terhadap Sumber Lain: Ia menolak istihsan secara tegas dan membatasi penggunaan maslahah mursalah (kemaslahatan tanpa dalil spesifik) kecuali sesuai dengan prinsip syariat.

  2. Bahasa dan Penafsiran:
    • Imam Asy-Syafi’i menekankan pentingnya penguasaan bahasa Arab untuk memahami Al-Qur’an dan Hadis dengan benar, termasuk memahami konteks linguistik dan budaya.
    • Ia membahas konsep amr (perintah) dan nahy (larangan), serta bagaimana membedakan hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.

  3. Metodologi Penetapan Hukum:
    • Kitab ini merinci langkah-langkah sistematis dalam menetapkan hukum, mulai dari mencari dalil dalam Al-Qur’an, lalu Sunnah, kemudian ijma’, dan akhirnya qiyas.
    • Imam Asy-Syafi’i juga menjelaskan cara menangani kontradiksi yang tampak dalam dalil, seperti perbedaan antara ayat atau hadis, dengan menggunakan prinsip tarjih (memilih dalil yang lebih kuat).

  4. Polemik dengan Mazhab Lain:
    • Ar-Risalah memuat argumen Imam Asy-Syafi’i melawan pendekatan mazhab Hanafi (yang menggunakan istihsan) dan mazhab Maliki (yang lebih mengutamakan tradisi Madinah). Ia menegaskan bahwa hukum harus didasarkan pada dalil yang jelas, bukan opini pribadi atau tradisi lokal tanpa dasar.
Relevansi
  • Akademik: Ar-Risalah adalah fondasi ilmu ushul fiqih dan menjadi rujukan utama dalam studi fiqih lintas mazhab. Prinsip-prinsipnya memengaruhi perkembangan metodologi fiqih hingga saat ini.

  • Praktis: Kitab ini membantu para mujtahid dan ulama dalam menetapkan hukum syariat secara sistematis dan logis.

  • Kontemporer: Prinsip-prinsip dalam Ar-Risalah tetap relevan untuk menjawab isu-isu modern, seperti hukum teknologi, bioetika, dan ekonomi Islam, karena metodologinya bersifat fleksibel namun terikat pada dalil.

Pendekatan Hipotetis Syarah oleh Syaikh Sa'ad bin Nasir Asy-Syathri

Meskipun tidak ada bukti bahwa Syaikh Sa'ad menulis syarah untuk Ar-Risalah, kita dapat menganalisis bagaimana pendekatan syarahnya (berdasarkan gaya Kasyfus Satir untuk Raudhatun Nazhir) mungkin diterapkan pada Ar-Risalah:

  1. Bahasa yang Mudah Dipahami:
    • Syaikh Sa'ad dikenal menggunakan bahasa yang jelas dan terstruktur untuk menjelaskan teks klasik. Ia mungkin akan menyederhanakan istilah-istilah teknis dalam Ar-Risalah, seperti nasikh-mansukh, ‘amm-khass, atau qiyas, dengan memberikan definisi yang mudah dipahami oleh pelajar modern.
    • Contoh: Untuk konsep qiyas, ia mungkin menjelaskan dengan contoh kontemporer, seperti penerapan qiyas dalam hukum transaksi online.

  2. Konteks Kontemporer:
    • Syaikh Sa'ad sering menghubungkan teks klasik dengan isu modern. Dalam syarah Ar-Risalah, ia mungkin membahas bagaimana prinsip-prinsip Imam Asy-Syafi’i dapat diterapkan pada tantangan zaman, seperti:
      • Hukum penggunaan kecerdasan buatan dalam fatwa.
      • Penerapan maslahah dalam isu lingkungan atau kesehatan masyarakat.
    • Ia juga mungkin menjelaskan relevansi penolakan istihsan oleh Imam Asy-Syafi’i dalam konteks modern, di mana opini pribadi sering kali mendominasi diskusi keagamaan.

  3. Analisis Komparatif:
    • Mengingat keahlian Syaikh Sa'ad dalam ushul fiqih, ia mungkin membandingkan pendekatan Imam Asy-Syafi’i dengan mazhab lain (Hanafi, Maliki, Hanbali) untuk memperjelas keunikan mazhab Syafi’i.
    • Misalnya, ia bisa menjelaskan mengapa Imam Asy-Syafi’i menolak istihsan dan bagaimana pendekatan qiyas-nya lebih ketat dibandingkan metode mazhab Hanafi.

  4. Aplikasi Praktis:
    • Syaikh Sa'ad kemungkinan akan memberikan contoh-contoh praktis untuk setiap prinsip ushul fiqih. Misalnya, untuk konsep nasikh-mansukh, ia mungkin menjelaskan bagaimana ayat-ayat tentang larangan khamar (minuman keras) berkembang secara bertahap dan bagaimana prinsip ini diterapkan dalam konteks modern, seperti larangan zat adiktif baru.

  5. Penekanan pada Dalil:
    • Seperti pendekatan Imam Asy-Syafi’i, Syaikh Sa'ad kemungkinan akan menekankan pentingnya dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadis) dalam syarahnya, dengan memastikan bahwa setiap penjelasan didukung oleh teks syariat yang otentik.