SYARH RISALAH MUKHTASHOROH FI USHUL AL-FIQH

USHUL FIQH: KOMPAS IJTIHAD DI TENGAH BADAI PENAFSIRAN

Di era ketika ayat dan hadis dipetik untuk membenarkan opini, dan fatwa lahir lebih cepat daripada proses meneliti dalilnya, Ushul Fiqh adalah benteng terakhir yang memisahkan antara ijtihad yang sahih dan klaim hukum yang menyesatkan. Kitab ringkas Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di ini mengajari kita bahwa memahami syariat bukan hanya soal hafal dalil, tetapi tentang menempatkan setiap dalil di relnya—dengan kaidah, disiplin, dan amanah ilmiah yang terjaga.

Oleh: Asy-Syaikh Prof. Dr. Musthofa bin Makhdum - Fiqh Wa Ushuluhu Universiti Islam Madinah - Arsip daurah ilmiah 


📜 Pengantar

Ilmu Ushul Fiqh bukan sekadar “pelajaran tambahan” dalam kurikulum syariah. Ia adalah otak di balik setiap hukum, mesin logika yang memastikan setiap fatwa berdiri di atas landasan yang sahih. Tanpanya, dalil-dalil hanya menjadi kumpulan teks yang dipetik seenaknya, dan hukum-hukum Allah terancam menjadi mainan hawa nafsu. Sayangnya, banyak orang yang ingin bicara hukum tapi enggan menempuh jalan panjang memahami kaidah-kaidahnya, sehingga kesimpulan mereka rapuh, emosional, bahkan bertentangan dengan maksud syariat itu sendiri.

Kitab ringkas karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ini adalah jembatan emas menuju pemahaman hukum yang kokoh. Disusun dengan gaya singkat namun padat makna, ia mengantarkan pembaca pada inti-inti kaidah yang menjadi kunci istinbath. Dari pembagian hukum taklifi, prinsip perintah dan larangan, metode memahami lafaz umum dan khusus, hingga seni menimbang dalil yang tampak bertentangan—semuanya tersaji sebagai paket kompas intelektual yang memandu seorang penuntut ilmu agar tidak tersesat di lautan pendapat.


📚 Faedah Lengkap

1. Pembukaan & Adab Memulai Ilmu

  • Penulis memulai dengan hamdalah dan shalawat, sebagai adab mulia dan sunnah Nabi ﷺ.

  • Hadits: “Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan Bismillah atau pujian kepada Allah, maka ia terputus (tidak berkah).”

  • Hamdalah mengandung makna pengakuan nikmat, rasa syukur, dan pengagungan terhadap Allah.

  • Shalawat kepada Nabi ﷺ adalah bentuk penghormatan sekaligus doa agar kita diberi taufik mengikuti sunnah beliau.


2. Kemuliaan Ushul Fiqh

  • Definisi: Ushul Fiqh adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan dalil-dalil umum yang darinya dihasilkan hukum-hukum syar’i cabang.

  • Kedudukannya: sebagai ilmu alat bagi seorang faqih untuk memahami syariat secara benar.

  • Buah terbesar: Al-Malakatu al-Fiqhiyyah — kemampuan melakukan ijtihad.

  • Tanpa ilmu ini, orang hanya bisa taqlid; dengan ilmu ini, ia bisa memahami dalil dan menarik hukum dengan benar.


3. Tujuan Penulisan Kitab Ringkas

  • Penulis (Ibn Sa’di) sengaja membuatnya ringkas agar mudah dihafal.

  • Tetap memperhatikan kejelasan makna, bukan sekadar singkat.

  • Menyebut sumber dan rujukan dari ulama terdahulu — ini adalah adab ilmiah.

  • Memilih masalah-masalah yang dibutuhkan umat dalam praktik sehari-hari.


4. Pembagian Hukum Taklifi

  • Lima macam hukum taklifi:

    1. Wajib (Fardhu) — dikerjakan mendapat pahala, ditinggalkan berdosa.

    2. Haram — dikerjakan berdosa, ditinggalkan berpahala.

    3. Mandub (Sunnah) — dikerjakan berpahala, ditinggalkan tidak berdosa.

    4. Makruh — ditinggalkan berpahala, dikerjakan tidak berdosa.

    5. Mubah — dikerjakan atau ditinggalkan sama saja, tidak berpahala atau berdosa kecuali ada niat tertentu.


5. Pengaruh Larangan Terhadap Sahnya Amal

  • Larangan terhadap dzat ibadah atau rukunnya membatalkan amal.

  • Larangan terhadap sifat luar ibadah tidak membatalkan, tapi tetap berdosa.

    • Contoh: shalat di tanah rampasan = shalatnya sah, tapi berdosa karena tempatnya.


6. Hakikat & Majaz

  • Hakikat: makna asli yang langsung dipahami dari lafaz.

  • Majaz: makna bukan asli, digunakan karena ada qarinah (indikasi).

  • Jika lafaz memiliki makna syar’i dan makna bahasa, maka makna syar’i diutamakan dalam teks hukum.


7. ‘Urf (Kebiasaan) dalam Penafsiran

  • ‘Urf bisa bersifat:

    • Lughawi (‘urf bahasa) — makna kata yang berlaku di masyarakat.

    • Syar’i (‘urf syar’i) — makna khusus yang digunakan syariat.

  • Contoh: “Shalat” menurut bahasa = doa; menurut syariat = ibadah tertentu.


8. Sumber Hukum

  • Al-Qur’an — mutawatir, pasti kebenarannya.

  • Sunnah — mutawatir atau ahad, dengan tingkatan keotentikan.

  • Ijma’ — kesepakatan ulama dalam satu masa.

  • Qiyas — analogi hukum dengan mencari kesamaan ‘illat.

  • Dalil tambahan menurut sebagian ulama: istishab, maslahah mursalah, sadd adz-dzari’ah.


9. Perkataan Sahabat

  • Jika tidak ada khilaf di antara mereka = hujjah.

  • Jika berbeda = dilakukan tarjih.

  • Riwayat sahabat lebih diutamakan daripada pendapat pribadi mereka.


10. Kaidah Perintah & Larangan

  • Perintah (‘amr) menunjukkan wajib, kecuali ada dalil yang memalingkan.

  • Larangan (nahy) menunjukkan haram, kecuali ada dalil yang memalingkan.

  • Perintah atas sesuatu berarti larangan terhadap kebalikannya, dan sebaliknya.


11. Lafaz Umum & Khusus

  • ‘Aam: lafaz yang mencakup semua individu makna tanpa batas.

  • Khass: lafaz yang terbatas pada individu tertentu.

  • Takhshish bisa dengan teks lain, akal, atau realitas.


12. Muqayyad & Muthlaq

  • Muthlaq: lafaz tanpa batasan.

  • Muqayyad: lafaz dengan batasan sifat atau syarat.

  • Jika ada muthlaq dan muqayyad dalam satu pembahasan, maka digabung sesuai kaidah.


13. Illat & Maqasid

  • Illat: sebab yang menjadi poros hukum.

  • Perubahan illat menyebabkan perubahan hukum.

  • Maqasid: tujuan syariat — menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, harta.


14. Qiyas

  • Syarat qiyas sah: adanya ‘illat yang jelas dan sepadan.

  • Qiyas fasid: jika illat tidak tepat atau bertentangan dengan nash.


15. Tarjih & Jam’u

  • Tarjih: memilih dalil terkuat jika terjadi pertentangan.

  • Jam’u: mengompromikan dua dalil yang tampak bertentangan.

  • Jika tidak bisa jam’u, dilakukan tarjih; jika ada urutan waktu, dilakukan nasakh.


https://archive.org/details/srmofmm